Inspiring story

Selasa, 4 September 2010 (Part 1)


Banyak hal yang saya alami pada hari itu dan banyak ilmu yang saya dapat.


Berawal dari kegiatan sahur on the road yang diselenggarakan oleh Senat FKUI tepatnya dari Departemen Pengabdian Masyarakat. Ramadhan on de road (RODEO) kali ini, saya dan teman2 berkesempatan pergi ke sebuah Yayasan di pasar minggu yaitu Yayasan Bina Anak Pertiwi (yah, lebih tepat kalo dibilang ramadhan door to door). Kami berkumpul di rumah teman kami yang tak jauh dari yayasan tersebut, sebut saja rumah Davrina. Sampai disana sekitar pukul 22.00. Beberapa dari teman kami tepar, ada yang melakukan forum pleno, dan ada juga yang malah belajar.


Pukul 01.00, setelah panitia lain berkumpul, kami bersiap2 menuju tempat eksekusi. Sayang, kloter kami agak sedikit telat, namun hal tersebut tidak mengurangi makna keberadaan kami disana. Setelah membagi-bagikan makanan kepada warga sekitar, tibalah acara inti kami untuk berbagi bersama teman2 yang berada di Yayasan Bina Anak Pertiwi. Sebuah yayasan tempat canda tawa anak jalanan. Sebuah tempat lahirnya sebuah kebersamaan diantara anak jalanan.


Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan persembahan yang dilakukan anak jalanan. Mereka membawakan beberapa lagu. Suara mereka bagus tidak dibuat, terdapat sebuah pesan yang ingin mereka sampaikan kepada kita (kalo temen saya ada yang baca, pasti dibilang lebay. Tapi, inilah pesan yang saya tangkap). Sampai pada akhirnya, acara sahur bersama dilakukan. Begitu makanan dibagikan, spontan saya langsung berpindah tempat, berbaur dengan anak2 jalanan yang memiliki usia bervariasi.


Disinilah pembelajaran terbesar yang saya dapatkan. Pertama, saya berkenalan dengan seorang anak, sebut saja "Abdul" (bukan nama asli). Saya tertarik, karena pada saat itu kondisi anak tersebut tidak sehat. Badannya panas, namun kebetulan ada ibunya disitu. Ibunya mengatakan bahwa sudah dua hari anaknya sakit. Percakapan pun berlanjut, saya bertanya kelas berapa, berasal darimana, dan sampai pada pernyataan sang ibu mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal. Saya tanya apa penyebabnya. Ibunya mengatakan bahwa ayahnya mengalami kecelakaan. saya bertanya "Ia masih sekolah kan bu?". "Seharusnya masih. Tapi dia seperti gak ada semangat buat ke sekolah akhir2 ini, soalnya guru2 disekolah malah mencaci dia. Setiap sedang proses belajar mengajar, abdul dimaki anak gembellah, tidak pantas sekolah". CESSSSS... ASTAGFIRULLAH!!! Hati saya teriris, sekolahan yang notabennya institusi pengembangan akhlak dan perilaku, tapi malah mengajarkan hal yang rendah. Seorang anak yang memiliki impian menjadi tentara tersebut, malah dihina, bukannya dibimbing dan disayang. Saya berpikir, seandainya saya berada disekolah tersebut, akankah saya menjadi seorang mahasiswa kedokteran seperti sekarang???


Tidak ingin terbawa suasana terlalu dalam, saya mencoba mencairkan suasana kembali. Saya mengajak berbicara seorang anak yang duduk persis disebelah saya, sebut saja namanya "Luki". Ia duduk termangu, menyilangkan kaki. Ia menjatuhkan dagu dikedua lutut yang ia silangkan. Ia duduk seakan tidak ada orang disekitarnya. Aku ajak berbicara, dia diam. Saya cari tahu, saya bertanya dengan orang yang duduk didekatnya. Sebut saja "Ani". "Ia datang sendirian?". " Tidak," jaawab ani, "itu ada adiknya". Oh, ternyata luki tidak sendiri. "Memang ia berapa bersaudara?" tanyaku lebih lanjut. "Dia tiga bersaudara, kakaknya bunuh diri sebulan yang lalu". MASYA ALLAH!!! Kaget sekaget-kagetnya. Apalagi ini?? Bunuh diri?? bagaimana mungkin??? Aku bertanya lebih lanjut. "Memang ada apa, sampai bunuh diri?" "Jadi, kakaknya bunuh diri di warung. Warung itu biasa dipanggil "markas" oleh kakaknya. Kakaknya kepengen sekali jadi polisi." "Lalu, kenapa bunuh diri?" "Ibu bapaknya gak sanggup biayain sekolah. Ibunya aja jualan minuman kopi2 gitu. Bapaknya juga. Eh, sebulan yang lalu, gak taunya kakaknya ditemuin, lehernya udah ke ikat sama tali didalam warung." INNALILLAHI WA INNAILAIHI RAJIUN.


Apakah mungkin, Luki bersikap seperti ini karena trauma melihat sang kakak? Mengapa cobaan berat ini, menimpa seorang anak yang tidak bersalah? Seorang anak dengan impian yang tinggi, cita2 dan harapan yang tak terbatas, harus menerima kenyataan akan kejamnya dunia. Aku hanya bisa bersyukur dengan rizki dan karunia yang aku dapatkan saat ini. Ingin menitikkan air mata rasanya saat itu, tapi jika itu kulakukan, acara berakhir. Aku hany bisa berdoa, mendoakan anak2 dengan cita2, harapan dan keinginan yang tinggi agar kelak dapat terwujud.


MIMPI ADA KARENA MENUNGGU UNTUK DIWUJUDKAN..... Percayalah